Benciku Juga Rinduku

Oleh : Wiwi Purwasih A.Dodengo



Tak bisa ku tahan lagi.
Tentang sepiku yang kau balut dengan samar-samar.
Kini mengajakku bermuram.
Kau pun tahu itu.
Tapi, kau menelantarkan resahku tanpa ragu.

Apa maumu?
Maumu apa?
Siapa kau yang bersembunyi dibalik kata.
Diamku tak bermakna apapun. 
Karena sengaja ku kekang dengan egomu.
Kau membiarkanku tergeletak  dipersimpangan jalan. 
Dan tak sanggup lagi ku merangkai hidup yang kian redup. 

Dulu kau pernah bertutur tentang para penghuni langit. 
Dengan lihai, kau membuat sepasang sayap merpati putih untukku. 
Namun, ketika ku mulai mengepakkan sayapku kau melenyap.
Awan awan menghitam menyampaikan nada pilu.

Naluriku bertanya, mungkinkah rindu ini kan menetap?
Bagaimanapun, hidup adalah sebuah teka teki yang merahasia.
Setitik rasa itu menetes dan semakin parah.
Bila jarak hanyalah omong kosong, bagaimana bisa ku menanggungnya.

Ratusan purnama telah berlalu meninggalkan jejak pengembara.
Bahkan seribu musim pun takan bisa menghibur hati yang penuh dengan amarah.
Kau adalah diriku yang hilang untuk kesekian kalinya.
Maka, tenanglah kau tak perlu risau akan kehadiranku.
Karena kau adalah yang ada lagi tiada.

Ternate, 29 oktober 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini