Kita Adalah Sajak
Hilang dalam hitungan 1,2,3
Engkau anugerah, engkau mukjizat, engkau mahkota dunia.
Kami bermain tanpa takut.
Batobo tanpa ragu.
Hilang dalam hitungan 1,2,3
Hilang negeriku.
Apa yang bisa ditanyakan ketika kejujuran direnggut oleh ketakutan?
Kau ibarat hujan.
Yah, kau hujan dan tahu bahwa jatuh memang sakit.
Kau tidak pernah berhenti untuk jatuh.
Maukah kau ku sebut “BANGSAT”?
Terlalu berkobar wahai yang munafik!
Kau bisa berbuat apa saja.
Sehingga “ADA” kehilangan maknanya.
Sungguh bahwa kesungguhan itu nyata.
Tanpa melihat pun terlihat, namun buta dalam melihat.
Mencuri hikmah disetiap lingkungan.
Inikah bumi yang kita banggakan?
Dimana yang pantas menjadi dalang adalah para penguasa itu.
Dan kami? Kami ibarat dayang yang siap dipermainkan.
Ha ha ha.. kau cukup merepotkan sayang.
Bisakah kau diam untuk malam ini saja?
Aku bosan dengan suaramu yang berasal dari podium partai.
Dari alurmu yang sakral.
Kau sebut dunia ini sebagai surga yang dipenuhi oleh keindahan.
Sejenak teringat cerita kekasih yang bernalar iblis.
Yang hadir disetiap waktu petangku.
Yang tak pernah lupa mengecup keningku lalu pergi.
Saat separuh penentu masa depanku kau rebut.
Kau tahu, disaat itu aku tidak lagi bicara tentang senja.
Tidak lagi bicara tentang kesuksesan seperti orang-orang pada umumnya.
Karena selama dua puluh tahun kau ku kenal tanpa ku pahami.
Saat tujuh hariku kau tinggalkan luka tanpa cinta.
Namun tangisku bukan untukmu, tapi untuk negeriku.
Karena disini aku mengenalmu, mengenal kebinatanganmu, dan kebiadabanmu.
Negeriku ibarat sebuah gitar yang memainkan instrumen tanpa nada.
Ibarat angka yang tak terhitung jumlahnya.
Sudahkah kau temukan jawaban?
Saat aku bertanya, ajaran agama mana yang mengajarimu sikap bejat itu?
Atau tuhan mana yang bisa kau gambarkan dengan sepotong jas berdasi?
Aku adalah amarahmu yang terlahir dalam wujud manusia.
Aku adalah yang keluar dari lubang kemaluanmu.
Saat kau semprotkan spermamu kedalam vagina pelacur yang kau setubuhi lalu kau bunuh.
Aku juga bisa menjadi kata-kata yang kau ucap lalu kau buang diselokan kiri jalan.
Dan dari selokan ini, aku hidup.
Diperempatan depan istanamu.
Aku menunggumu besok.
Berikan benderamu, akan ku bakar hingga berarang.
Komunitas Falasanny 05
Ternate, 20 0ktober 2018
Komentar
Posting Komentar